Minggu, 09 April 2017

CERPEN



Nama              :  Meika Nur Masita
Kelas               :  4C
NPM               :  15410094



Ibu Tolong Aku

            Aku tak sanggup lagi melakukan apa-apa, jika semua telah terlanjur dicap buruk begini. Orang-orang kampung begitu tajam melihatku. Matanya seketika berubah menjadi mata setan yang memerah. Tubuhnya juga menjadi kekar. Mulutnya sungguh mengerikan seperti siap untuk menerkam mangsa. Aku semakin tak ingin keluar rumah, melihat kenyataan bahwa orang-orang kampung memandangku sebelah mata.
            Setiap hari mataku hanya bisa mengintip dari lubang bilik rumahku. Melihat orang-orang berlalu lalang. Aku sangat takut jika aku ketahuan menginntip dari balik jendela. Orang-orang begitu tajam melihat rumahku. Seperti ada yang aneh dari rumahku dan aku. Tapi sampai sekarang aku belum tahu mengapa orang-orang begitu membenciku.
            Setiap kali mereka melewati rumahku, sesekali kudengar mereka mengatakan rumah aib dan anak haram. Seketika kupingku terasa ingin meleleh, mataku menjadi semakin tajam melihati setiap gerik mereka. Apa yang dimaksud mereka, siapa anak haram itu. Aku atau orang lain. Begitu menderitakah aku, Tuhan? Sepahit inikah jalan hidupku. Jalan seorang anak yatim piatu yang baru ditinggal ibu seminggu yang lalu. Dan tak tahu siapa dan dimana ayahku sekarang.
            Aku ingin bermain dengan teman-temanku. Bukankah usiaku ini usia untuk menikmati bagaimana indahnya bermain dengan teman-teman, Tuhan? Aku tak keluar rumah dan bermain seperti yang lain. Orang tua mereka melarang untuk bermain denganku karena aku dicap sebagai anak haram. Ibu, tolong aku. Aku tidak ingin hidup sebatang kara. Tak punya saudara untuk sekedar berbagi beban hidup. Ibu tolong aku, ibu tolong aku.
Seketika hujan begitu derasnya keluar dari kedua mataku. Sangat merindunya aku kepada ibu. Hatiku masih dipenuhi luka-luka yang masih sangat basah. Kenapa Tuhan begitu cepat memanggil ibuku. Ibu yang satu-satunya aku miliki. Orang yang satu-satunya aku sayangi di dunia ini. Ya Tuhan, apa salahku sampai-sampai tak ada orang yang berbelas kasih kepadaku. Mengapa orang-orang begitu membenci dan menganggap aku ini anak haram.
Rasa penasaranku semakin menjadi-jadi. Kulihat segerombolan ibu datang ke warung Mak Ijah. Membeli sayur-mayur untuk dimasak. Di atas meja tertata rapih sayuran. Di gantungnya beberapa sachet kopi, dan sachet shampoo. Di sampingnya terdapat jajan pasar yang dibiarkan terbuka begitu saja. Tangan-tangan lembutnya memilih sayuran yang akan dimasak. Kulihat ada seorang ibu berbaju merah, rambut ikal dan wajah bundar sesekali menyinggung tentang aku.
Aku beranjak dari tempat tidurku, tapi langkahku begitu berat. Tubuhku begitu bergejolak, keringat keluar bercucuran bersamaan dengan rasa penasaranku. Aku memberanikan diri untuk melihat dari jendela. Dengan sangat hati-hati, sedikit demi sedikit ku buka korden yang begitu lupuk seperti tak dicuci 50 tahun. Korden yang berwarna merah sekarang sudah tak berwarna merah lagi. Aku tak tahu mengapa ibu tak membeli korden yang baru.
Semakin keras kudengar, nama ibu selalu disebut disetiap bibir mereka. Aku semakin penasaran, mengapa aku dan ibuku dianggap aib. Ibu berbaju merah, istri pak Rt lantang berbicara tentang ibuku.
Mereka mengatakan bahwa ibuku seorang pelacur. Setiap malam keluar untuk menemani laki-laki hidung belang yang kekurangan nafsu. Aku semakin tak percaya. Ibuku kerja untuk mengidupiku karena aku tak tahu kemana ayah pergi. Saat aku terbangun di malam hari, ibu memang tak ada. Ibu bekerja untukku. Setiap terbangun, aku selalu menemukan surat yang isinya bahwa ibu pamit untuk bekerja. Aku tahu ibu adalah seorang yang jujur, aku tak percaya kalau ibu membohongiku. Suara kencangnya menjadi-jadi. Mereka mengatakan bahwa ibu selalu mangkal di alun-alun kota. Menuggu pria yang tak jelas asal-usulnya untuk mencicipi tubuhnya.
Bibirnya semakin fasih bercerita, aku tak kuat lagi mendengar cerita tentang ibu. Aku langsung tak berdaya, jantungku seketika berhenti berdetak. Tangan dan kakiku tak bisa ku gerakkan. Mataku sayup-sayup melihat mereka memandangku dengan rasa benci. Telingaku masih kuperintahkan untuk mendengar dengan tajam. Air mataku semakin tak terbendung lagi menetes keluar dengan segenap rasa luka di hati.
Terdengar mereka mengatakan bahwa aku adalah anak hasil perzinahan yang diharamkan agama. Aku anak hasil dari ibu melacur. Aku anak yang terlahir dari persetubuhan yang hina. Aku semakin lemas ketika mendengar itu. Aku tak percaya kalau aku anak  hasil perzinahan. Lama-lama tubuhku kubiarkan tergelatak di tanah. Dadaku terasa sesak mendengar kenyataan itu. Kepalaku semakin pening tak kuat lagi membawa beban hidup.
Aku tak bisa memendung air mata, kubiarkan mataku mengeluarkan darah kepedihan. Pedih yang tak bisa kuluapkan. Hanya erangan yang keluar dari mulutku. Ya Tuhan, kenapa aku terlahir dari buah cinta yang haram. Kenapa begitu banyak orang-orang yang tak bisa menerimaku. Apakah ini mutlak kesalahanku Tuhan? Aku juga tak ingin dilahirkan jika aku tahu akan menjadi bahan omongan orang. Ibu, mengapa kau melahirkanku. Tak malukah kau memiliki anak sepertiku. Anak yang tak diinginkan kehadirannya. Apakah ibu sengaja agar aku yang merasakan kepahitan hidup ini. Merasakan bahwa orang-orang tak bisa berterima kehadiranku.

Seberat inikah beban hidup seorang anak haram. Banyak orang membenciku dimana-mana. Tak punya teman, bahkan suadara. Ibu, tolong aku. Aku hidup sebatang kara ibu. Ibu, kau harus tahu bahwa orang-orang mengatakan aku ini anak haram. Ibu, tolong katakan bahwa aku ini anakmu bukan anak haram. Ibu cepatlah kembali, aku ingin memelukmu. Ibu tolong aku....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Portofolio Aksi Nyata Topik 1

  T1-8a. Unggah Portofolio - Aksi Nyata Mata Kuliah Computational Thingking Berikut link Google Drive tugas portofolio aksi nyata: https://d...