Kamis, 15 Oktober 2015

Mengancam Kenangan, Teater Tikar



Meika Nur Masita
NPM: 15410094

Mengancam Kenangan

8 oktober 2015, itulah tepatnya kita para mahasiswa baru jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Inddonesia menonton pertunjukan drama yang dipertunjukan oleh Teater Tikar Semarang yang tepatnya di Gedung Pusat Lantai 7 Universitas PGRI Semarang. Pertunjukan Drama itu berjudul Mengancam Kenangan , yang sukses ditulis oleh Iruka Danishwara dan disutradarai oleh Ibrahim Bhra tepatnya pada pukul 16.00.
Di setiap unsur kehidupan di muka bumi tak kan pernah lepas oleh kenangan abadi. Benda mati ataupun hidup pastilah memiliki kisah masing-masing. Hal itu tatkala berbeda dengan apa yang rasakn oleh Nyonya. Seorang wanita yang kehidupannya hanya diratapi oleh air mata yang tak pernah mengering sepanjang hari. Nyonya akrab panggilannya,hidup seorang diri tanpa belahan jiwa ataupun belahan hatinya. Tak tau kemana perginya kedua pasang kaki itu. Yang ia tau hanyalah mengingat dan mengingat kenangan. Tak pernah sedetikpun kenangan itu terlepas dari benaknya.
            Di pagi yang bungkam,Nyonya dengan raut muka yang memelas itu tak tau harus bagaimana untuk tidak mengingat kenangan itu. Tapi itu tak bisa dilakukannya,batinnya selalu memberontak tatkala akan menghapus kenangan itu. Sedangkan Nyonya sudah terlalu asik untuk membersihkan teras rumahnya. Dimana kaki -kaki kecil pernah menapak disana bersama sepasang kaki besar yang tak pernah absen menemani. Setiap ada sesuatu yang turut dalam ijuk sapunya ke kanan kiri, terbuang  bersama debu. Sudah terlalu berlipat-lipat tumpukan kenangan itu sehingga menjadi menggunung.
“Tapi  ,tahukah kau bahwa kami telah melihatmu setiap hari. Dengan betapa penuh cinta dan kasih meletakkan jemarimu di atas sana. Raut wajahmu sudah menggambarkan segalanya. Setiap kerut yang ada diwajahmu bagai bercerita. Kami bahkan tahu segala cerita yang tersimpan di dalam kepalamu. Kami jadi saksi yang tidak pernah bicara pada siapapun. Cerita tentang tragedi-tragedi yang sama bisunya dengan kami. Begitu dalam pelukanmu ternyata kalah dengan serdadu-serdadu bertopi panci itu,yang mmencoba merebut ia dari tanganmu. Seketika yang kau genggam hanyalah rambuut yang di setiap helainya tertukis kenangan masa lalu. Dan ituu pun yang akhirnya kau kenang”.
            Diantara banyak benda yang ada didalam ruang kenangan,hanya selalu pigura-pigura yang menempel yang menjadi fokusnya. Tangan lembutnya tak pernah absen untuk mengusap pigura-pigura itu dengan harapan akan melebur kenangan-kenangan itu. Debu yang menempel mengisyaratkan betapa dalamnya luka hati yang tergoreskan. Maka Nyonya terjebak pada pelukannya di teras rumah. Memeluk dirinya sendiri erat-erat. Riuh rendah suara langka kaki tidak membuat ia beranjak dari tempatnya.

“Kelak apa yang bisa membuatmu pergi dari sana,Nyonya?
“Tidak ada. Karena pigura-pigura itu pun tidak akan terusik dari tempatnya,begitupun aku. Begitupun kenangan yang mengukir kaki-kaki kita”.
            Setiap malam tiba,sang kaki kecilnya selalu bertanya-tanya  akan kemana perginya kaki besar itu. Itu menjadi wajar karena memang kaki besarnya pergi tanpa jejak sampai saat ini. Ia pun mendesah kebingungan akan pertanyaan itu. Isi kepalanya seakan-akan pecah namun hatinya bungkam tak tau harus berucap apa.
“Ayahmu pergi entah kemana. Ke sebuah tempat yang entah dimana. Dimana yang tidak bisa aku terima. Dan kau terus-terusan bertanya perihal ‘dimana’,tidakkah itu menyakitkan? Seberapa harus kau tau tentang ‘dimana’itu?
“Aku tidak ingin tahu dimana perihal dimana ayah,aku hanya ingin cerita-ceritamu tentangnya”.
            Hatinya miris mendengar perkataan itu. Wajahnya semakin pucat karena ia selalu dipaksa untuk hal itu. Akan tetapi hanya diam dan bungkam yang bisa ia lakukan.
Kepergian belahan jiwanya menjadikannya ia semakin layu,seperti tanaman yang tak mendapatkan air ketika kehausan. Kepedihananya semakin bertambah tatkala ia mengetahui sang kaki kecilnya perlahan meninggalkannya seorang diri. Air matanya seketika tumpah. Dan ingatannya akan kenangan itu menjadi semakin menggunung.
            Bak mandi yang seketika itu penuh,kini menjadi aliran sungai yang mengalir deras bak baru saja di tumpahi oleh hujan lebat. Air keruh yang terdapat dalam bak itu mengartikan betapa kelamnya kenangan masa lalu yang begitu menyayat hati. Tapi apa boleh buat,air itu sudah terlanjur berubah menjadi semakin keruh dan berlumut. Untuk menghapusnya hanya dengan mengganti air itu dengan air yang baru . Dengan mengahapus semua kenangan-kenangan itu akan membuat air itu berubah menjadi bening dan jernih lagi. Akan tetapi,si Nyonya seakan putus asa untuk melakukannya. Ia tak bisa jika harus dengan cara itu semua kenangan yang ada di benaknya akan terlepas begitu saja.
“Nyonya ,mengapa kau tak pernah tahu bagaimana menghentikan apa saja yang datang padamu?
“mengapa harus aku hentikan? Bukankah sikap yang paling baik adalah menerima saja?
“kau membiarkan,bukan menerima”.
            Sontak ia tertegun dengan ucapan itu. Semakin lama pikirannya semakin melayang kemana-mana. Ia hanya ingin menyimpan rapat-rapat semua tragedi yang pernah terjadi pada dirinya. Ia tak ingin ada orang yang mengetahuinya selain pigura-pigura yang ada dalam ruang kenangannya.

            Sama seperti kenangan yang sangat bungkam pada setiap apa yag dilaluinya,setiap insan akan merasa diancam oleh apa yang ia lalui sendiri,tanpa orang lain. Dan,cara terbaik memberikan ancaman pada kenangan adalah dengan menerima,menyaksikan,dan berlapang dada bahwa kenangan itu akan ada di tempatnya pada seluruh sisa hidupnya.

Itulah sepenggal cerita yang dipertunjukan oleh Teater Tikar Semarang pada tanggal 8 oktober kemarin,  awalnya memang susah ditebak, menceritakan apakah drama ini , karena dalam pertunjukan drama yang di gelar di Gedung Pusat lantai 7 ini menggunakan bahasa bahasa kiasan yang mungkin agak sulit untuk dipahami karena terlalu banyak monolog. Namun jika kita perhatikan , kita tonton dengan serius maka drama ini dapat mudah kita pahami.
Pesan yang dapat diambil dari sepenggal cerita dari teater ini adalah kita hidup pastilah memilki kisah. Dan kisah itu akan menjadi kenangan yang abadi. Kenangan akan nampak indah jika kita melakukan hal-hal yang positif dan kenangan akan menjadi hal pahit jika kita melakukan hal-hal yang dinilai negatif.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Portofolio Aksi Nyata Topik 1

  T1-8a. Unggah Portofolio - Aksi Nyata Mata Kuliah Computational Thingking Berikut link Google Drive tugas portofolio aksi nyata: https://d...